SURABAYA, PITUTUR.id - Rencana pemerintah untuk membangun kereta cepat Jakarta-Bandung akan diperluas hingga ke Surabaya, Jawa Timur.
Moda transportasi ini akan menjadi kereta cepat Jakarta-Surabaya atau yang disebut juga Kereta Cepat Merah Putih.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memerintahkan dirinya untuk membuat rancangan awal atau blue print kereta cepat dari Bandung ke Surabaya.
"Yang disampaikan Pak Jokowi, kami diperintahkan untuk membuat blue print dari Bandung sampai ke Surabaya. Tentu apa yang kita buat adalah satu konsep yang meneruskan apa yang sudah kita letakkan pada dasar transformasi dari kereta cepat," ujar Menhub Budi dalam acara RUN HUB 2023 di Surabaya, Minggu (8/10/2023).
Budi juga menegaskan, pemerintah telah menunjukkan bahwa kereta cepat Jakarta-Bandung bisa terwujud.
Oleh karena itu, pihaknya kemudian membuat pemetaan atau rancangan dengan mempertimbangkan beberapa variabel yang membuat kereta api nanti lebih efisien.
Apalagi, jika rencana kereta api cepat ini bisa sampai ke Surabaya.
"Bayangkan, Jakarta - Surabaya nanti hanya 3,5 jam," kata Budi.
Menurut dia, salah satu variabel perhitungan itu adalah cost atau biaya.
Perhitungan biaya ini tentu memperhatikan jalur atau jalan mana saja yang akan dilewati oleh kereta cepat tersebut.
"Nah, itu mempengaruhi. Terus cara, terus daya beli masyarakat, ini dihitung sebagai suatu optimalisasi," kata Menhub.
Namun, ia menegaskan, keberadaan kereta cepat itu nantinya bukan hanya untuk tujuan komersial.
Artikel Terkait
Jokowi Soal Kemungkinan Kereta Cepat Berlanjut hingga Surabaya: Studi Pemrakarsa Akan Rampung Dua Pekan
Tarif Kereta Cepat Whoosh Masih Dihitung, Jokowi: Antara Rp 250.000-Rp 300.000
Kereta Cepat Whoosh Resmi Beroperasi, Kemenparekraf Berharap Mampu Tingkatkan Pergerakan Pariwisata Nasional
Fakta Menarik di Balik Kereta Cepat Whoosh, China Punya Saham Hampir Setengahnya
Harga Tiket Kereta Cepat Jakarta-Bandung Bervariasi Sesuai Rute dan Kelas
Kereta Cepat Jakarta Bandung: Mengapa Pemerintah Memilih Tawaran China dan Menolak Proposal Jepang?