PITUTUR.id - Salah satu tradisi menarik yang mencuri perhatian menjelang perayaan Maulid Nabi di Keraton Kanoman Cirebon adalah tradisi nyiram gong sekaten atau pencucian gamelan sekaten.
Tujuan dari ritual ini bukan hanya untuk membersihkan gamelan yang telah berusia ratusan tahun, tetapi juga sebagai ajang untuk mengumpulkan berkah.
Warga dengan antusias berebut bekas air cucian dari gamelan sekaten ini.
Baca Juga: 5 Fakta Menarik yang Harus Diketahui tentang Museum Gajah yang Terbakar Hebat
Mereka percaya bahwa air tersebut memiliki kekuatan penyembuhan untuk tubuh mereka.
Selain itu, mereka juga menyiramkan air tersebut ke sawah dengan harapan akan mendatangkan hasil panen yang melimpah.
Tradisi pencucian gamelan ini bermula ketika Sultan Trenggono, Raja Demak Bintoro III, memberikan gamelan sekaten sebagai hadiah kepada Ratu Wulung Ayu pada tahun 1520.
Ratu Wulung Ayu adalah putri dari Sunan Gunung Jati dan Nyimas Tepasari dari Majapahit.
Baca Juga: Pengaruh Budaya Populer dan Media Sosial terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kontemporer
Gamelan tersebut adalah hadiah pernikahan bagi Ratu Wulung Ayu setelah suaminya, Adipati Unus, Raja Demak Bintoro II, meninggal dunia.
Ratu Wulung Ayu kemudian memainkan gamelan tersebut setiap bulan Maulud.
Selain sebagai hiburan, musik gamelan dan tembangnya juga digunakan sebagai sarana untuk menyampaikan ajaran agama.
Saat itu, syarat untuk menyaksikan pertunjukan gamelan sekaten adalah dengan mengucapkan syahadat.
Istilah "sekaten" berasal dari kata "syahadatain" yang berarti bersyahadat.
Artikel Terkait
Jam Gadang: Simbol Kejayaan Masa Lalu yang Masih Berdiri Tegak di Bukittinggi
Jam Gadang: Arsitektur dan Sejarah Menara Jam yang Dibangun oleh Ratu Belanda
Tradisi Pemakaman Unik di Berbagai Negara: Pelajaran Budaya untuk Sekolah
Peninggalan Kerajaan Kutai sebagai Bukti Sejarah: Cara Mengajarkan di Sekolah
5 Fakta Menarik yang Harus Diketahui tentang Museum Gajah yang Terbakar Hebat