PITUTUR.id - Jam Gadang adalah salah satu simbol kebanggaan dan kekayaan budaya Kota Bukittinggi, Sumatera Barat.
Menara jam ini menjadi penanda atau ikon kota ini sejak tahun 1927, ketika dibangun oleh pemerintah Hindia Belanda sebagai hadiah dari Ratu Wilhelmina kepada sekretaris kota Fort de Kock (sekarang Kota Bukittinggi).
Jam Gadang memiliki tinggi 26 meter dan terdiri dari empat tingkat, dengan jam berukuran besar berdiameter 80 cm di setiap sisi. Jam Gadang juga memiliki atap gonjong yang merupakan ciri khas arsitektur Minangkabau.
Baca Juga: 4 Hal yang Perlu Anda Ketahui tentang Virus Nipah, Mulai dari Gejala Hingga Penularan
Jam Gadang memiliki sejarah yang panjang dan menarik, yang mencerminkan perjuangan dan perubahan zaman. Jam Gadang dibangun pada tahun 1925-1927 atas inisiatif Hendrik Roelof Rookmaaker, sekretaris kota Fort de Kock pada masa pemerintahan Hindia Belanda.
Jamnya merupakan hadiah dari Ratu Belanda Wilhelmina. Seorang arsitek asal Koto Gadang, Yazid Rajo Mangkuto bertindak sebagai penanggung jawab pembangunan, sementara pelaksana pembangunan ditangani oleh Haji Moran dengan mandornya St. Gigi Ameh.
Peletakan batu pertama pembangunan dilakukan oleh putra pertama Rookmaker yang pada saat itu masih berusia enam tahun.
Jam Gadang sedang dalam tahap konstruksi ketika terjadi gempa bumi Padang Panjang pada Juni 1926, yang menghancurkan beberapa bangunan di sekitarnya.
Pembangunannya menghabiskan biaya sekitar 15.000 Gulden di luar biaya upah pekerja sebesar 6.000 Gulden. Biaya itu bersumber dari Pasar Fonds, badan pengelola dan pengumpul pajak atas pasar-pasar di Bukittinggi.
Pada tahun 1945, saat Indonesia merdeka dari penjajahan Belanda, Jam Gadang menjadi lokasi peristiwa penting untuk menunjukkan semangat nasionalisme dan patriotisme masyarakat Bukittinggi.
Pada tanggal 25 Juli 1945, jam berwarna merah putih diputar untuk menggambarkan bendera merah putih yang dipilih sebagai bendera nasional Indonesia.
Pada tanggal 1 Agustus 1945, jam berwarna merah putih diputar lagi untuk menggambarkan bendera merah putih yang dipilih sebagai bendera nasional Indonesia setelah negosiasi dengan Belanda.
Pada tahun 1950, saat terjadi demonstrasi Nasi Bungkus (Nasi Bungkus) di Bukittinggi untuk menuntut hak politik bagi rakyat Minangkabau yang masih terpencil oleh pemerintah daerah Provinsi Sumatera Barat (Provinsi Sumatera Barat), Jam Gadang menjadi lokasi peristiwa penting untuk menunjukkan solidaritas dan kesetiaan masyarakat Bukittinggi kepada pemerintah pusat.
Pada tanggal 15 Juli 1950, jam berwarna merah putih diputar lagi untuk menggambarkan bendera merah putih yang dipilih sebagai bendera nasional Indonesia setelah negosiasi dengan Belanda.
Artikel Terkait
India dilanda Virus Nipah, Apa Itu Virus Nipah dan dari Mana Awal Mula Virus Ini Muncul? Simak Penjelasannya
Perhatikan, Ini 8 Tips Ampuh untuk Menghindari Penyakit Virus Nipah
Ganjar Pranowo, Pilihan Jokowi untuk King Maker di Pilpres 2024
Pelecehan seksual di Indonesia terus terjadi
Wanita Paruh Baya di Tangerang Tewas Dibunuh Tetangganya, Pelaku Ditangkap