Pizza Hut Terkena Pukulan Berat Dampak Boikot Produk Pro Israel

Photo Author
- Rabu, 6 Desember 2023 | 07:25 WIB
Pizza Hut Alami Kerugian Rp 38,95 Miliar, Diduga Terdampak Seruan Boikot Israel. (Canva)
Pizza Hut Alami Kerugian Rp 38,95 Miliar, Diduga Terdampak Seruan Boikot Israel. (Canva)

PITUTUR.id - Sejak berlangsungnya agresi dan genosida Israel di Palestina selama 2 bulan terakhir, gerakan boikot semakin menguat, menyoroti dukungan terhadap produsen yang terlibat dalam agresi tersebut.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) turut serta dalam aksi ini dengan mengeluarkan fatwa haram terhadap pembelian produk dari produsen yang nyata-nyata mendukung agresi Israel.

Merek-merek asing, terutama yang berasal dari Amerika Serikat (AS) dan beroperasi di Indonesia, menjadi target utama boikot, termasuk salah satunya Pizza Hut.

Baca Juga: Pizza Hut Terpuruk Akibat Isu Boikot Israel, Rugi Hampir Rp 40 Miliar dalam Waktu Singkat

PT Sarimelati Kencana Tbk, pemegang lisensi Pizza Hut di Indonesia, merasakan dampak negatif yang signifikan.

Corporate Secretary PT Sarimelati Kencana Tbk, Kurniadi Sulistyomo, mengungkapkan bahwa penjualan mereka mengalami penurunan drastis selama 2 bulan terakhir, seiring dengan eskalasi konflik Israel-Palestina yang berlangsung sejak awal Oktober.

Meskipun tidak merinci persentase penurunan penjualan, Kurniadi menyatakan bahwa kondisinya jauh lebih parah dibandingkan dengan dampak pandemi COVID-19 pada tahun 2020, di mana perusahaan tersebut mengalami kerugian sebesar Rp 93,51 miliar menurut laporan keuangannya.

Baca Juga: Daftar 2 Raksasa Brand yang Dimaksud Segera Hengkang dari Maroko Akibat Boikot Produk Pro-Israel Berhasil

Kurniadi menegaskan bahwa PT Sarimelati Kencana Tbk, sebagai perusahaan milik anak bangsa, secara tegas mendukung Palestina dengan menunjukkan keberpihakan melalui donasi sebesar Rp 1 miliar dari karyawan, manajemen, dan korporasi untuk rakyat Palestina.

Meski demikian, sebagai perusahaan, Kurniadi menegaskan bahwa penggunaan merek dagang Pizza Hut yang berasal dari AS didasarkan pada pertimbangan bisnis, bukan ideologis.

Hal ini menunjukkan dinamika kompleks di antara kepentingan nasionalisme dan bisnis dalam menghadapi tekanan publik terkait isu geopolitik yang sensitif. ***

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Basrizal Tifani

Sumber: berbagai sumber

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Terpopuler

X