Terungkap! Kebenaran di Balik Isu Sabun Dettol Sebagai Produk Israel - Fakta yang Wajib Anda Ketahui!

PITUTUR.id -Sabun Dettol adalah salah satu produk yang sering digunakan oleh masyarakat Indonesia untuk menjaga kebersihan dan kesehatan.

Namun, belakangan ini muncul isu bahwa sabun Dettol termasuk dalam produk Israel atau produk yang mendukung Israel, negara yang melakukan penyerangan terhadap Palestina.

Apakah isu ini benar? Berikut ulasan mendalam berdasarkan fakta dan sumber terpercaya.

Baca Juga: Richeese Melawan Arus! Restoran Cepat Saji Lokal Ini Buktikan Diri Bebas dari Boikot Israel!

Sejarah Sabun Dettol

  - Sabun Dettol adalah produk antiseptik yang diproduksi oleh Reckitt, sebuah perusahaan multinasional asal Inggris yang bergerak di bidang kesehatan, kebersihan, dan nutrisi.

  - Sabun Dettol pertama kali diperkenalkan pada tahun 1933 sebagai cairan antiseptik yang dapat membunuh kuman dan mencegah infeksi.

  - Sabun Dettol kemudian berkembang menjadi berbagai produk lain, seperti sabun batang, sabun cair, hand sanitizer, pembersih lantai, pembersih toilet, dan lain-lain.

  - Sabun Dettol memiliki kandungan utama yaitu chloroxylenol (C8H9ClO), sebuah senyawa kimia aromatik yang memiliki sifat antiseptik.

  - Sabun Dettol juga mengandung bahan-bahan lain, seperti minyak pinus, minyak jarak, dan karamel.

Baca Juga: Catat! Ini Beberapa Produk Lokal yang Bisa Jadi Pilihan untuk Boikot Israel

Hubungan Sabun Dettol dengan Israel

  - Sabun Dettol tidak termasuk dalam produk Israel atau produk yang berasal dari Israel.

Sabun Dettol diproduksi oleh Reckitt, yang bermarkas di Inggris dan memiliki operasi di lebih dari 60 negara, termasuk Indonesia.

  - Sabun Dettol juga tidak termasuk dalam produk yang mendukung Israel atau produk yang terlibat dalam kejahatan perang dan kemanusiaan terhadap Palestina.

Sabun Dettol tidak ada dalam daftar produk yang diboikot oleh gerakan BDS (Boycott, Divestment, and Sanctions), sebuah gerakan global yang menyerukan boikot, divestasi, dan sanksi terhadap Israel karena pelanggaran hak asasi manusia dan hukum internasional.