Kalau gerakan menanam itu minimal 2 pot, itu sudah mampu mengurangi kebutuhan pasar. Kalau
kebutuhan terbesar, biasanya dari rumah makan atau restoran,” ujarnya.
Baca Juga: Nikmati Perjalanan Ferry Jokotole dari Surabaya ke Bangkalan, Manjakan Mata dengan Pemandangan Laut
Sementara itu, Ketua Asosiasi Petani Cabai Indonesia (APCI) Kabupaten Kediri, Suyono
menyampaikan saat ini tanaman cabai rawit merah di dataran tinggi banyak yang mati dan dibongkar, akibat dari dampak kekeringan. Sedangkan di dataran rendah, masih musim tanam.
“Pada masa vegetatif banyak serangan OPT (Organisme Pengganggu Tanaman) khususnya virus dan trips, sehingga mengganggu masa pertumbuhan,” kata Suyono.
Sedangkan untuk produksi cabai rawit, saat ini di dataran tinggi Jawa Timur, kurang 5-12 persen sudah memasuki masa akhir masa panen. “Adapun panen saat ini di dataran rendah masih spot-spot di karenakan masa tanam mundur pengaruh iklim. Selain itu, saat ini sudah ada serangan Jamur Colletotrichum Capsici (antraknosa) dan lalat buah juga berpengaruh mengurangi produksi,” ujar dia.
Dengan adanya penurunan produksi, maka harga menjadi naik mulai akhir Juni sampai saat ini.
Diprediksi harga rata-rata masih tinggi sampai minggu ke-3 bulan Agustus 2024, dikarenakan ada jeda masa panen.
“Seharusnya dataran tinggi masih panen apabila tidak terjadi kekeringan. Prediksi akhir bulan Agustus, sudah ada luas tambah panen. Kenaikan harga tidak akan mahal sekali, dikarenakan masih ada beberapa sentra yang panen di seluruh Indonesia,” pungkasnya.***
Artikel Terkait
Kasasi Kasus Ronald Tannur Tertunda, Kejari Surabaya Akui Belum Terima Salinan Putusan
Bertamu ke Kantor Wali Kota Surabaya, Dubes Belanda Ngaku Suka dengan Kota Lama dan Makam Peneleh Surabaya
Deretan Spot Wisata Tercantik di Surabaya yang Cocok Buat Hunting Foto, Murah dan Aesthetic
Mengenal Apa itu Program 100 Persen Kelurahan Cantik: Kerja Sama Pemkot Surabaya dan BPS
Nikmati Perjalanan Ferry Jokotole dari Surabaya ke Bangkalan, Manjakan Mata dengan Pemandangan Laut