Membaca Fenomena Bacapres Rasa Capres di Pilpres 2024: Dari Identitas ke Kualitas

Photo Author
- Minggu, 3 September 2023 | 14:01 WIB
Ilustrasi ceritanya lagi kampanye (pitutur.id)
Ilustrasi ceritanya lagi kampanye (pitutur.id)

PITUTUR.id - Pilpres 2024 semakin dekat. Para bakal calon presiden (bacapres) pun semakin gencar menunjukkan eksistensinya. Mereka berlomba-lomba mengumbar janji-janji manis, menggaet partai-partai pendukung, dan menggelar deklarasi-deklarasi megah.

Namun, apakah mereka semua benar-benar layak menjadi capres? Apakah mereka memiliki kualitas yang dibutuhkan untuk memimpin negeri ini? Ataukah mereka hanya sekadar bacapres rasa capres, yang hanya mengandalkan identitas dan popularitas semata?

Mari kita baca fenomena bacapres rasa capres di Pilpres 2024, dari identitas ke kualitas.

Baca Juga: Prabowo Subianto: Misi Kekalahan Berulang dalam Pilpres Indonesia

Identitas

Identitas adalah hal yang penting dalam politik. Identitas bisa berupa agama, suku, daerah, profesi, atau hal-hal lain yang bisa membuat seseorang merasa terhubung dengan calon pemimpinnya. Identitas juga bisa menjadi alat untuk membedakan diri dari pesaing-pesaingnya. Identitas bisa menjadi modal untuk menarik simpati dan dukungan dari masyarakat.

Namun, identitas juga bisa menjadi bumerang. Identitas bisa menjadi sumber konflik dan perpecahan. Identitas bisa menjadi alasan untuk menolak dan mendiskriminasi orang lain yang berbeda. Identitas bisa menjadi batu sandungan untuk mencapai persatuan dan kesatuan bangsa.

Para bacapres rasa capres tentu sadar akan hal ini. Maka, mereka pun berusaha memainkan kartu identitas sebaik mungkin. Mereka ingin menunjukkan bahwa mereka adalah wakil dari kelompok-kelompok tertentu, yang merasa terpinggirkan atau terancam oleh kelompok-kelompok lain.

Mereka ingin menampilkan diri sebagai pahlawan yang akan membela hak-hak dan kepentingan dari kelompok-kelompok tersebut.

Contohnya adalah Anies Baswedan, yang dideklarasikan sebagai bacapres oleh Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP), yang terdiri dari Partai Nasdem, PKB, dan PKS. Anies ingin membangun citra sebagai pemimpin yang peduli dengan kaum minoritas, seperti etnis Tionghoa, Papua, dan LGBT.

Anies juga ingin menarik suara dari kalangan Islam konservatif, dengan menggandeng Cak Imin sebagai cawapresnya. Anies berharap bahwa dengan menggabungkan dua identitas yang kontras ini, ia bisa mendapatkan dukungan dari kedua kubu tersebut.

Namun, strategi Anies ini ternyata tidak berjalan mulus. Ia malah mendapat kritik dan penolakan dari banyak pihak. Kaum minoritas merasa tidak percaya dengan Anies, yang dianggap hanya memanfaatkan mereka sebagai alat politik.

Kaum Islam konservatif juga meragukan komitmen Anies terhadap nilai-nilai Islam, apalagi setelah ia berfoto bersama dengan tokoh-tokoh LGBT². Bahkan, Partai Demokrat pun memutuskan untuk keluar dari koalisi KPP, karena merasa tidak sejalan dengan visi-misi Anies.

Contoh lain adalah Prabowo Subianto, yang didukung oleh Partai Gerindra dan Gelora sebagai bacapres 2024. Prabowo ingin mempertahankan citra sebagai pemimpin yang nasionalis, militan, dan anti-aseng.

Prabowo juga ingin menunjukkan bahwa ia adalah sosok yang berpengalaman dan berwibawa dalam bidang pertahanan dan keamanan. Prabowo berharap bahwa dengan mengusung identitas ini, ia bisa mendapatkan dukungan dari kalangan nasionalis dan militer.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Rasyiqi

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Linieritas Pembangun Insan Cendekia di Sekolah Dasar

Minggu, 26 November 2023 | 08:38 WIB

Gibran Membangkang, PDIP Meradang

Selasa, 31 Oktober 2023 | 07:04 WIB

Politik Makan Siang Ala Jokowi

Selasa, 31 Oktober 2023 | 06:16 WIB

Wartawan, Si Pemberi Suara yang Terluka

Kamis, 5 Oktober 2023 | 13:35 WIB

Dari Satu ke Belasan Ribu, Rupiah Makin Sampah?

Minggu, 1 Oktober 2023 | 15:36 WIB

Terpopuler

X