kolom

Lima Nahdliyin Bertemu Presiden Israel: Komedi Tragis di Panggung Diplomasi Amatir

Senin, 15 Juli 2024 | 17:44 WIB
Lima Nahdliyin temui Presiden Israel, Isaac Herzog hingga menuai protes khalayak ramai.


PITUTUR.id - Beredarnya foto yang memperlihatkan lima Nahdliyin bertemu Presiden Israel, Isaac Herzog telah menjadi bahan komedi tragis di kalangan Nahdliyin dan masyarakat luas. Para bintang utama dalam drama ini adalah Zainul Maarif, Munawir Aziz, Nurul Bahrul Ulum, Syukron Makmun, dan Izza Annafisah Dania.

Tanpa sepengetahuan atau izin dari PBNU, mereka memutuskan untuk menambah warna dalam liburan musim panas mereka dengan sentuhan diplomasi internasional yang mungkin mereka kira akan membawa perdamaian dunia.

Ketua PBNU, Ulil Abshar Abdalla, pasti merasa seperti terjebak dalam episode "Bagaimana Cara Melukai Perasaan Umat Tanpa Usaha." Bertemu dengan Presiden Israel di tengah agresi brutal terhadap Palestina, ini bukanlah sesuatu yang bisa diterima dengan mudah.

Ulil menyebut pertemuan ini sebagai tindakan yang tidak bisa diterima, dan jelas, ia berbicara atas nama banyak Nahdliyin yang merasa dikhianati.

Baca Juga: Pertemuan Nahdliyin dengan Presiden Israel Tuai Kontroversi, PBNU: Kunjungan Mereka Atas Nama Pribadi

Savic Ali, Ketua PBNU Bidang Media, IT, dan Advokasi, juga turut bingung. Siapa yang mensponsori perjalanan ini? Apa tujuannya? Apakah ini bagian dari komedi satir yang direncanakan untuk menguji kesabaran umat? Savic menyebut kunjungan itu kemungkinan besar bersifat pribadi, tanpa restu PBNU.

Mungkin kita memerlukan penyelidik swasta untuk mengungkap misteri ini, atau mungkin cukup dengan sedikit logika dasar: tidak ada surat tugas, tidak ada izin, dan tentunya tidak ada rasa bijaksana dalam keputusan ini.

Sekretaris Jenderal PBNU, Gus Saifullah Yusuf, alias Gus Ipul, tak kalah kecewa. Ia menyebut tindakan ini sangat tidak bijaksana, pernyataan yang terasa seperti menyebutkan bahwa air itu basah. Gus Ipul berencana memanggil mereka untuk tabayyun, sebuah langkah yang diharapkan dapat memberikan penjelasan seabsurd keputusan awal mereka.

Jika ditemukan pelanggaran, mereka bisa diberhentikan dari posisinya sebagai pengurus. Ini seperti menonton serial drama di mana karakter utama diancam dikeluarkan dari pertunjukan karena terlalu kreatif dalam mengabaikan logika dan perasaan umat.

Baca Juga: PBNU Pertimbangkan Pemberhentian Lima Kader Nahdliyin yang Bertemu Presiden Israel

Dalam konteks ini, mari kita ingat bahwa PBNU rutin berkomunikasi dengan perwakilan Palestina di Indonesia. Baru-baru ini, Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf bertemu dengan Duta Besar Palestina Zuhair al-Shun untuk membahas apa yang bisa dilakukan NU dalam mendukung kemerdekaan Palestina dan menghentikan kekerasan yang terjadi terhadap rakyat Palestina. Dan di tengah upaya serius ini, muncul drama yang seakan mengabaikan semua perjuangan dan kesakitan yang dialami oleh saudara-saudara kita di Palestina.

Kita juga tidak bisa melupakan betapa ini semua terjadi di tengah-tengah agresi kejam Israel terhadap Gaza yang telah menewaskan ribuan warga sipil. Israel terus menjatuhkan bom dan peluru kepada warga Palestina, membuat setiap tindakan yang menunjukkan dukungan kepada Israel menjadi lebih dari sekadar salah langkah diplomatik, melainkan sebuah pengkhianatan terhadap kemanusiaan.

Namun, dalam sejarah PBNU, ini bukanlah pertama kalinya kita melihat tindakan yang membingungkan dari individu-individu yang tampaknya kehilangan arah. Misalnya, pada tahun 2017, pernah terjadi kontroversi ketika Ketua Umum PBNU saat itu, Said Aqil Siradj, mengadakan pertemuan dengan tokoh-tokoh yang dianggap kontroversial oleh sebagian Nahdliyin. Ada juga kasus pada tahun 2019, ketika salah satu kader NU di Jawa Timur terlibat dalam pertemuan dengan pihak-pihak yang dianggap bertentangan dengan nilai-nilai perjuangan NU, memicu kecaman dari berbagai kalangan.

Baca Juga: NU Jatim: Jangan Menuruti Emosi, Boikot Produk Asing Bisa Merugikan Indonesia

Mari kita ingat kembali beberapa momen kontroversial lainnya dalam sejarah diplomatik NU. Pada tahun 1997, Gus Dur, yang saat itu menjabat sebagai Ketua Umum PBNU, mengundang kontroversi dengan pertemuannya dengan Perdana Menteri Israel Shimon Peres. Walaupun Gus Dur memiliki visi besar tentang perdamaian dan dialog antaragama, langkah ini tidak diterima dengan baik oleh semua pihak dalam NU, mengingat sensitivitas isu Palestina-Israel.

Pada tahun 2018, Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj mengeluarkan pernyataan yang dianggap kontroversial tentang hubungan Indonesia dengan Israel. Ia menyebut bahwa NU siap mendukung langkah-langkah yang diambil pemerintah Indonesia terkait hubungan dengan Israel, asalkan untuk kemajuan bangsa dan perdamaian dunia. Pernyataan ini menimbulkan kegaduhan di kalangan internal NU, mengingat sikap tegas NU dalam mendukung Palestina.

Lima Nahdliyin ini mungkin mengira bahwa kunjungan mereka akan membuka jalan baru dalam diplomasi, atau mungkin mereka hanya ingin sensasi berfoto dengan pemimpin negara yang kontroversial. Namun, apapun motivasinya, mereka berhasil menciptakan satu bab yang akan dikenang dalam sejarah organisasi mereka, mungkin sebagai contoh bagaimana tidak menjadi diplomat, bagaimana tidak memahami geopolitik, dan bagaimana tidak melukai perasaan umat dengan begitu gemilang.

Jadi, mari kita ambil popcorn, duduk nyaman, dan menunggu episode berikutnya dari drama "Bagaimana Cara Melukai Perasaan Umat Tanpa Usaha." Semoga episode berikutnya membawa lebih banyak akal sehat dan lebih sedikit kegilaan, karena jelas, kita semua bisa menggunakan sedikit lebih banyak kebijaksanaan dan sedikit lebih sedikit komedi tragis dalam urusan internasional kita.***

Tags

Terkini

Linieritas Pembangun Insan Cendekia di Sekolah Dasar

Minggu, 26 November 2023 | 08:38 WIB

Gibran Membangkang, PDIP Meradang

Selasa, 31 Oktober 2023 | 07:04 WIB

Politik Makan Siang Ala Jokowi

Selasa, 31 Oktober 2023 | 06:16 WIB

Wartawan, Si Pemberi Suara yang Terluka

Kamis, 5 Oktober 2023 | 13:35 WIB

Dari Satu ke Belasan Ribu, Rupiah Makin Sampah?

Minggu, 1 Oktober 2023 | 15:36 WIB