Hidup, Cinta, dan Harapan di Zona Perang: Tiga Cerita Nyata dari Warga Sipil

Photo Author
- Kamis, 12 Oktober 2023 | 10:56 WIB
Gambar perang Israel dan hamas (humas polri)
Gambar perang Israel dan hamas (humas polri)

PITUTUR.id - Perang antara Israel dan Hamas telah berlangsung selama lebih dari satu bulan, menewaskan lebih dari 2.000 orang, sebagian besar di Gaza.

Di tengah konflik yang membara, ada warga sipil yang berusaha bertahan hidup, membantu sesama, dan menyuarakan harapan mereka untuk perdamaian. Berikut ini adalah beberapa kisah nyata dari garis depan perang.

Baca Juga: Peran Media dalam Membentuk Opini Publik tentang Perang Israel-Hamas: Antara Informasi dan Propaganda

Rania, seorang ibu rumah tangga di Gaza

Rania, 35 tahun, tinggal di sebuah apartemen kecil di Gaza bersama suami dan empat anaknya. Dia mengatakan bahwa hidupnya berubah menjadi neraka sejak perang pecah.

"Setiap hari kami mendengar ledakan bom, roket, dan tembakan. Kami tidak bisa tidur, tidak bisa makan, tidak bisa keluar rumah. Kami takut mati kapan saja," katanya.

Rania mengatakan bahwa dia dan keluarganya sering berlindung di kamar mandi, tempat paling aman di rumahnya. Dia juga mengatakan bahwa dia harus menghemat air, makanan, dan listrik yang sangat terbatas.

"Kami hanya bisa mandi sekali seminggu, makan roti dan zaitun, dan menyalakan lilin di malam hari. Kami tidak punya akses ke internet, televisi, atau telepon. Kami terputus dari dunia luar," katanya.

Meski demikian, Rania tidak kehilangan harapan. Dia berdoa agar perang segera berakhir dan agar anak-anaknya bisa kembali ke sekolah. Dia juga berusaha membantu tetangga-tetangganya yang lebih menderita.

"Saya sering membagikan makanan, air, dan obat-obatan yang saya punya kepada orang-orang yang kehilangan rumah atau keluarga mereka. Saya merasa itu adalah kewajiban saya sebagai manusia," katanya.

David, seorang dokter di Tel Aviv

David, 40 tahun, adalah seorang dokter yang bekerja di sebuah rumah sakit di Tel Aviv. Dia mengatakan bahwa dia harus siap siaga 24 jam sehari untuk menangani korban luka akibat serangan roket Hamas.

"Saya sudah terbiasa dengan situasi darurat, tapi ini adalah yang terburuk yang pernah saya alami. Saya harus merawat pasien dengan luka bakar, patah tulang, trauma kepala, dan syok," katanya.

Baca Juga: Diplomasi, Bantuan, dan Senjata: Ini Peran Internasional dalam Konflik Israel-Hamas yang Perlu Anda Ketahui

David mengatakan bahwa dia sering merasa frustrasi dan marah dengan situasi yang tidak adil.

"Saya tidak mengerti mengapa orang-orang harus saling membunuh tanpa alasan yang jelas. Saya tidak peduli apakah mereka Yahudi atau Arab, mereka semua adalah manusia yang berharga. Saya hanya ingin menyelamatkan nyawa mereka," katanya.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Rasyiqi

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Terpopuler

X