Apakah Gemar Jadi Pelakor Termasuk Gangguan Mental? Begini Jawabannya

Photo Author
- Minggu, 30 Juni 2024 | 07:21 WIB
Ilustrasi perebut laki orang atau pelakor (Freepik )
Ilustrasi perebut laki orang atau pelakor (Freepik )

PITUTUR.id – Perebut laki orang atau pelakor tidak akan pernah sembuh. Setelah tamat dengan mangsa pertama, aka nada mangsa-mangsa selanjutnya. Ini lah yang menyebabkan orang-orang bertanya apakah memang kegemaran menjadi pelakor termasuk gangguan mental?

Psikolog Ikhsan Bella Persada, dilansir dari laman Fakultas Psikologi Universitas Medan Area, menyebut bahwa sikap merebut pasangan orang lain bisa akibat hal yang terjadi di masa lalu.

Ikhsan menjelaskan, ada dua hal di masa lalu yang membuat seseorang bisa jadi pelakor. Pertama, adalah perasaan kompetitif menggunakan orang lain.

Baca Juga: Viral! Detik-detik Veni Oktaviana Sari Keciduk di Mobil Bareng Suami Orang, Istri Sah: Emang Doyan ya?

“Perasaan kompetitif pada bidang-bidang eksklusif memang baik. Akan tetapi jika kompetitif pada merebut pasangan orang lain, tidak boleh diikuti,” ungkap Ikhsan.

Ia juga menuturkan, bahwa pelakor karena sikap kompetitif ini akan memiliki peningkatan percaya diri ketika berhasil merebut pasangan orang lain.

“Beliau akan merasa lebih hebat dan lebih dari segala sisi dari korban,” ungkapnya.

Kedua, tidak memperoleh afeksi yang tidak dihasilkan dari orang lain. Ketika dorongan untuk memenuhi rasa afeksi itu tidak dikontrol, pelaku tidak mampu menilai norma yang ada.

Akhirnya, pelaku tidak akan merasa bersalah atas apa yang sudah dia perbuat.

Meski demikian, tidak seluruh pelakor dapat dikatakan memiliki gangguan mental sebagaimana diungkapkan Ikhsan. Terlebih pada orang yang tidak sengaja melakukannya seperti karena tertipu pasangan mengatakan belum punya istri atau suami, dan lain-lain.

Baca Juga: Profil Veni Oktaviana Sari, Mahasiswi UIN Raden Intan Lampung yang Terciduk Jalan Bareng Pria Beristri

Namun, jika seseorang melakukannya karena memiliki niatan menarik perhatian, menjadi hobi, rutinitas, maka bisa jadi pelaku memiliki gangguan kepribadian narsistik.

Adapun narsistik merupakan gangguan kepribadian di mana pelaku merasa dirinya lebih baik, lebih krusial, serta tidak peduli dengan orang lain.***

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Dinda Silviana Dewi

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Ternyata Ini yang Bikin Wulan Guritno Awet Muda!

Jumat, 19 Juli 2024 | 08:33 WIB

Terpopuler

X