PITUTUR.id - Seniman asal Nashville, AS, Kelly McKernan, telah menghabiskan bertahun-tahun membentuk gaya seninya yang unik, dengan perpaduan cat akrilik dan cat air dalam berbagai nuansa warna cerah.
Namun, kini McKernan merasakan ancaman baru terhadap karyanya: kecerdasan buatan (AI).
Baca Juga: Tangkal Pencurian Ikan Kerapu, 5 Mahasiswa UNY Kembangkan Teknologi Ini
Dalam waktu kurang dari setahun, McKernan mulai menyadari adanya gambar di dunia maya yang mirip dengan karyanya, yang ternyata dihasilkan oleh mesin AI.
Ini memicu kekhawatiran besar di antara para seniman, karena AI mulai dianggap mengancam eksistensi dan hak cipta mereka.
McKernan kini menjadi salah satu dari tiga seniman yang mencoba melindungi hak cipta dan karir mereka dengan mengajukan gugatan hukum terhadap pembuat alat AI yang bisa menghasilkan imajeri baru sesuai perintah.
Gugatan ini diajukan pada Januari oleh McKernan dan dua seniman lainnya, Karla Ortiz dan Sarah Andersen, terhadap Stability AI, pembuat generator teks-ke-gambar bernama Stable Diffusion.
Tidak Cuma Masalah Teknis
Pihak pengadilan federal San Francisco masih belum memutuskan apakah perusahaan AI benar-benar melanggar hak cipta saat mereka menganalisis miliaran gambar dan menghasilkan sesuatu yang berbeda.
Namun, para penggugat berpendapat bahwa alat AI tersebut telah menyalin gaya seni mereka tanpa izin, penghargaan, atau kompensasi.
“Ini adalah pertarungan Daud melawan Goliat,” kata McKernan. "Seseorang sedang meraup keuntungan dari karya saya. Saya memiliki tagihan sewa yang belum dibayar, dan saya kekurangan $200. Ini sungguh keadaan yang sangat sulit."
Baca Juga: Teknologi, Teman Setia Keluarga di Masa Pandemi
Fenomena ini bukan hanya mengancam seniman visual, tetapi juga berbagai jenis kreator lainnya—aktor Hollywood, novelis, musisi, hingga programmer komputer—yang kini merasa terancam oleh kemajuan AI.
Christoph Schuhmann, seorang guru dari Hamburg, Jerman, yang mengelola database penelitian AI besar, Large-scale Artificial Intelligence Open Network (LAION), mengakui bahwa dia mengerti kekhawatiran seniman.
Menurutnya, dalam beberapa tahun ke depan, semua orang bisa menghasilkan apa saja—video, gambar, teks—hingga sulit membedakan antara konten yang dihasilkan oleh AI dan manusia.
Artikel Terkait
Hujan Buatan di Jakarta: Upaya Mengatasi Polusi Udara dengan Teknologi Modifikasi Cuaca, Efektif kah?
Tangkal Pencurian Ikan Kerapu, 5 Mahasiswa UNY Kembangkan Teknologi Ini
Teknologi, Teman Setia Keluarga di Masa Pandemi
Industri Otomotif: Beradaptasi dengan Teknologi Digital untuk Meningkatkan Daya Saing di Era Industri 4.0
Tren Otomotif Indonesia 2023: Teknologi Canggih dan Ramah Lingkungan